Di salah satu
fakultas khusus putri di daerah Abha, ada seorang Doktor yang bercerita tentang
kisah seorang wanita tukang sisir putri Fir’aun. Pada saat Fir’aun
memanggilnya, ia bertanya kepadanya,”Hai Fulanah, apakah kamu mempunyai Tuhan
selain aku?”
Dia menjawab,”Ya,
Tuhanku dan Tuhanmu adalah Alloh Ta’ala yang ada di langit.”
Kemudian Fir’aun
memerintahkan agar didatangkan sebuah periuk besar yang terbuat dari timah. Di
dalamnya terdapat minyak goreng yang dipanaskan hingga mendidih. Kemudian ia
memerintahkan agar wanita itu dan juga anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya.
Wanita itu berkata,”Sesungguhnya aku mempunyai permintaan.”
Fir’aun berkata,”Apa itu?”
Fir’aun berkata,”Apa itu?”
Dia berkata,”Hendaknya engkau mengumpulkan
tulang-tulangku dan tulang belulang anak-anakku di dalam satu kain dan
kuburkanlah kami.”
Fir’aun
berkata,”Itu adalah hakmu yang harus aku tunaikan.”
Maka ia
memerintahkan agar anak-anaknya dilemparkan ke dalam periuk di hadapan ibunya,
satu per satu. Ibu itu melihat tulang-belulang anak-anaknya berputar-putar di
atas minyak goreng yang mendidih.
Ia melihatnya dengan penuh kesabaran, sampai tibalah
kepada seorang bayinya yang masih menyusu, dan seakan-akan ia mundur karenanya.
Tetapi bayi itu berkata,”Wahai Ibu, tetaplah teguh dan janganlah engkau
bergetar mundur. Bersabarlah, karena engkau berada di atas kebenaran.
Ceburkanlah dirimu ke dalamnya, karena sesungguhnya adzab di dunia adalah lebih
ringan daripada adzab akhirat.” Kemudian ia pun dilemparkan bersama anaknya...”
Tiba-tiba di sudut ruangan kuliah itu digetarkan dengan
suara yang sangat keras, sebuah tangisan. Mereka pun menoleh, dan ternyata ia
adalah salah satu mahasisiwi yang mengenakan pakaian seksi. Ia menangis sampai
terjatuh ke tanah. Maka para mahasiswi lain berkumpul mengerumuninya, lalu
mengeluarkannya ke luar ruangan sampai ia tenang. Setelah ia tenang dan
terdiam, mereka mengembalikannya ke dalam kelas. Syaikh itu terus bercerita
dengan menyebutkan kenikmatan yang diperoleh oleh wanita yang beriman tersebut.
“Sesungguhnya ia
telah bersabar atas kematian kelima anaknya dengan mengharapkan pahala dari
Alloh, agar ia tidak berpaling dari agama Alloh. Kemudia minyak goreng yang
panas itu telah merobek-robek dagingnya, sedang ia ridho dengan hal itu.”
Tiba-tiba terdengar lagi suara tangis yang keras.
Ternyata mahasiswi yang tadi. Ia menangis sampai jatuh ke tanah. Maka
berkumpullah para mahasiswi lainnya dan mereka membawanya keluar ruangan hingga
ia tenang dan terdiam.
Setelah itu, mereka mengembalikannya lagi, sedangkan
Syaikh itu masih berbicara tentang nikmat Surga dan kebalikannya, adzab Neraka.
Pemudi ini sekali lagi berteriak, kemudian jatuh terdiam....bibirnya tak
bergerak.
Temn-teman putrinya berkumpul mengerumuninya. Mereka
memanggilnya,”Fulanah...Fulanah.....” Tetapi ia tidak menjawab dengan sepatah
kata pun, seakan-akan ia sedang berada dalam sakaratul maut.
Fulanah mengangkat pandangannya ke langit. Mereka yakin
bahwa saat itu adalah saat sakaratul maut. Mereka men-talqin-nya, untuk
mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah ‘laa ilaaha illallooh.’
Ucapkanlah ‘laa ilaaha illallooh.’
Ucapkanlah ‘laa ilaaha illallooh.’
Ucapkanlah ‘laa ilaaha illallooh.’
Tetap tidak ada jawaban.........
Pandangan matanya semakin
terangkat ke langit.
Bersyahadatlah ‘laa ilaaha illallooh.’
Bersyahadatlah ‘laa ilaaha illallooh.’
Dia memandang mereka dan
berkata,
“Aku jadikan saksi... Aku jadikan saksi... Aku jadikan kalian
saksi bahwasanya aku telah melihat
tempatku di Neraka...
Aku jadikan kalian saksi bahwasanya aku telah melihat
tempatku di Neraka...
Aku jadikan kalian saksi bahwasanya aku telah melihat
tempatku di Neraka...”
Selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar