Jumat, 01 Februari 2013

Belum Bayar Puasa


ADA SESEORANG YANG MEMILIKI TANGGUNGAN/HUTANG BEBERAPA HARI DI DALAM PUASA RAMADHAN. NAMUN HINGGA DATANG BULAN RAMADHAN TAHUN BERIKUTNYA IA BELUM JUGA MENGGANTI KEWAJIBAN HUTANG PUASANYA TERSEBUT. APA YANG SEHARUSNYA IA LAKUKAN? APAKAH IA BERDOSA, DAN APAKAH GUGUR KEWAJIBANNYA?

                Jawaban: Sesungguhnya Allah berfirman dalam Al-Qur`an, “Barang siapa diantara kalian yang mendapati bulan (Ramadhan) maka hendaklah ia berpuasa, dan barang siapa yang sakit atau bepergian (lalu ia tidak berpuasa) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan di hari yang lain.” (Al-Baqarah :185)


                Karena seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika ada alasan syar’i, dan berkewajiban untuk menggantinya pada hari-hari lain, serta tidak menundanya sampai datang bulan Ramadhan berikutnya, dengan dasar ucapan (istri Rasulullah), ia berkata, “Dahulu kami memiliki tanggungan/hutang puasa Ramadhan, dan tidaklah aku sempat mengqadhanya (yakni terus tertunda) kecuali setelah sampai bulan Sya’ban (yakni terus tertunda hingga tiba bulan Sya’ban berikutnya).” (Riwayat Al-Bukhari)

                ‘Aisyah Radi Allahu ‘anha tidak sempat menqadha puasanya hingga tiba bulan Sya’ban (berikutnya) karena keadaan beliau disisi Rasulullah Salla ‘llah ‘alayhi wa sallam .

                Adapun perkataan Aisyah, “Dan tidaklah aku sempat mengqadhanya kecuali setelah sampai bulan Sya’ban”, adalah dalil wajibnya menqadha puasa Ramadhan sebelum datang bulan Ramadhan berikutnya.

                Namun apabila qadhanya diakhirkan/ditunda-tunda hingga datang bulan Ramadhan tahun berikutnya maka ia berkewajiban untuk beristighfar dan meminta ampun kepada Allah, serta menyesal dan mencela perbuatannya menunda-nunda qhada puasa. Namun ia tetap berkewajiban mengqadha puasanya yang ia tinggalkan, karena kewajiban mengqadha tidak gugur dengan sebab diakhirkan/ditunda. Maka ia tetap wajib menggantinya walaupun setelah bulan Ramadhan tahun berikutnya.


(Fatawa Arkanul Islam oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin)
Dikutip dari majalah El Fata
(edisi 08 volume 12/2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar