Kamis, 09 Januari 2014

Jika Cinta Hanya Sebatang Cokelat dan Setangkai Mawar



CINTA sebatas sebatang cokelat? | Wajarlah bila ia hilang dilahap nafsu | Bila tidak, ia pun akan lekang digerogoti masa.


Wajar pula dia bisa ditetak dengan pisau selingkuh | Kenapa tidak? Toh cinta sebatas sebatang cokelat.


Atau bila cinta terbatas layaknya setangkai mawar merah impor, | wajar pula waktu meluruhkan merahnya, meninggalkan kering kelopak tanpa nyawa


Wajar pula bila gairah cinta juga impor dari Barat sana | Cinta ala bunga mawar yang mekar hanya untuk sehari atau bahkan hanya untuk semalam?


Begitulah cinta setangkai mawar | Habis dicium, habis disentuh, habis dipreteli satu demi satu kelopaknya, habis pula manfaatnya.


Habis indah wangi mawar | Yang tinggal adalah getir pedih penyesalan | Kenapa ia harus tercabut dari tanah untuk sebuah pengorbanan yang sia-sia.


Bagaimana bila ia bunga kertas atau bunga plastik yang katanya takkan habis dimakan waktu? | Betul ia bertahan, namun cinta akan jadi sepalsu tampaknya.


Wajar bila cinta itu bagai bunga palsu yang tampak cantik | Namun tiada mewangi dan tak mewujud, penuh kepalsuan khas orang pacaran.


Bila cinta sebatang coklat atau setangkai bunga, | ia bisa dibayar pula dengan sejumlah harga | Tak peduli siapa yang meminta.


Tapi tidak bagi seorang Mukminah, cinta punya mahar | Pernikahan yang hanya dapat diberikan oleh hamba-hamba Allah ikhlas nan taat.


Bagi mereka, cinta adalah amanaah yan harus diberikan kepada yang berhak, | yaitu yang berani mendatangi walinya, bukan hanya dirinya.


Bagi mereka, cinta adalah tanggung jawab yang hanya diserahkan kepada yang ahlinya | yang dapat membimbing mereka ke halaman surga.


Bagi mereka, cinta adalah pengorbanan yang harus ditebus dengan komitmen dan kepastian, | bukan keraguan dan kebimbangan khas ahli maksiat pacaran.


Bagi mereka, cinta memang manis madu dunia, namun juga lebih dari itu. | Dia adalah tunggangan menuju keridhaan Allah Tuhan Semesta.


Tidak pula cinta ndeso Romeo-Juliet menjadi pilihan para Mukmin. | Apalagi kisah sontoloyo Laila Majnun, atau epik lain yang tak mendidik.


Rayuan para Mukmin adalah ayat-ayat Al-Quran, gombal mereka adalah seruan taat kepada Allah, | dan rindu mereka adalah dakwah di jalan Allah. 


Bagi Mukmin, pacaran bukan tanda dewasa,| bukan pembuktian laki-laki, mereka tak perlu semuanya. | Bagi mereka, dewasa adalah berjuang dalam islam.


Bagi mukmin, menundukkan pandangan adalah hak Allah kepada wanita yang harus ia penuhi | dan sabar adalah jalan yang harus ia lalui.


Bagi Mukmin-Mukminah, cinta bukan sebatang cokelat-setangkai mawar. | Bagi mereka, cinta berarti perlawanan, perjuangan, dengan kata atau pena.


Tanpa lelah, selangkah demi selangkah, terus meretas jalan kemenangan Islam. | Sampai satu saat Allah berkenan mewujudkan cinta mereka.



Sumber:
Siauw, Felix Y. 2013. Udah Putusin Aja!. Bandung:Mizania.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar